Kamis, 28 Mei 2009

Masa Remaja

Begitu memasuki masa remaja pergaulan sudah berbeda. Aku mulai malu jika harus bermain dengan teman lawan jenis. Meskipun sekadar jalan bareng atau ngobrol berdua. Tiba-tiba muka menjadi panas rasanya. Clingukan kanan-kiri, takut ketahuan dilihat orang. Malu kalau tiba-tiba kepergok dan disebut sedang pacaran. Akibatnya, pergaulan dengan teman pria tidak bebas lagi seperti masa kanak-kanak dahulu. Apalagi, jika teman-teman sebaya sudah mulai meledek bila aku berakrab ria dengan teman lawan jenis. Namun, kondisi ini tidak berlangsung lama. Mengingat kakakku adalah seorang lelaki, bukanlah hal sulit bagiku untuk bergaul dengan lelaki di atas umurku maupun teman sebaya. Bersama kakak lelakiku aku merasa aman dan nyaman bergaul dengan lawan jenis. Para lelaki muda di kampungku sering ngumpul di halaman rumah orang tuaku. Maklumlah halaman rumah orang tuaku lumayan luas dan rindang. Yah, dibandingkan dengan halaman rumah tetangga, halaman rumah kami lebih luas dan bersih. Kami bisa bermain apa saja di antara pepohonan buah-buahan, seperti jambu air, mangga, atau belimbing yang berderet rapi dari halaman depan sampai belakang rumah. Kami biasanya sekadar berbincang-bincang atau menyusun rencana kegiatan bersama yang akan kami lakukan. Pada waktu liburan sekolah atau malam Minggu, sehabis magrib, kami sudah bergerombol di bawah pohon jambu air di halaman sisi kiri depan rumah. Mula-mula kami, maksudku para lelaki, teman-teman kakak, bercerita tentang pengalaman mereka selama ini. Tidak ketinggalan informasi penting seputar pohon siapa yang sedang berbuah dan sudah enak dimakan, sungai mana yang dangkal dan banyak ikannya, atau di pohon mana banyak burung emprit bertelor. Aku hanya jadi pendengar dan pengikut setia dalam kelompok lelaki itu. Maklum, aku perempuan sendiri di antara mereka. Aku sudah merasa bersyukur dan senang diikutkan dalam kelompok mereka meski tidak punya hak suara. Lagi pula anak perempuan sebayaku tidak ada. Kalaupun ada, rumahnya sangat jauh atau usianya jauh di atasku. Biasanya mereka ogah kuikuti. Mereka menganggapku sebagai anak kecil dan pengganggu saja. Sebenarnya aku sangat ingin bermain layaknya anak perempuan, tapi apa daya tidak ada teman perempuan sebaya atau usianya di atasku mau kuajak bemain. Tidak terkecuali kakak perempuanku yang umurnya terpaut lima tahun dan sepuluh tahun di atas kakak lelakiku. Kakak-kakak perempuanku biasanya mau menyertakan aku dalam permainan mereka jika disuruh ayah ibu. Itu pun, aku harus merengek-rengek dan menangis dahulu. Kakak-kakak perempuanku terpaksa mau mengajakku bermain jika teman-teman mereka tidak datang. Aku senang sekali bisa bermain boneka, rumah-rumahan, pasaran, masak-masakan, dan ibu-ibuan dengan mereka. Karenanya, aku sering merajuk atau berdoa agar teman-teman kakak-kakak perempuanku tidak datang biar aku bisa bermain dengan mereka sepanjang hari. (suta)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar